Related

  • B. Biology, campbell reece mitchell
  • B. Frankenstein
  • B. Introduction to biotechnology
  • B. Molecular biology
  • F. Avatar
  • F. Frankenstein
  • F. Hollowman
  • F. Hulk
  • F. Jurassic park
  • F. The island
  • F. The personal
  • many more

Interesting films and books about biotechnology

  • B. Biology, campbell reece mitchell
  • B. Frankenstein, marry shelleys
  • B. Introduction of Biotechnology
  • F. Avatar
  • F. Discovery series
  • F. Frankenstein
  • F. Hollowman
  • F. Island
  • F. Jurassic park
  • F. The personal

Welcome to biotechnology's world

Do you know avatar's film? or maybe jurassic park? it'snt just a fantasy.. We can learn to build superhero or monster in easy step that we'll know in biotechnology. With easy treatment, we can make a little things became worth as gold. Want to know your capability, natural gift, mind, or psychological ? it's easy.. just look at your DNA and all things in your life's will be reavealed. Interest? Check this out, dont miss it!!

Rabu, 07 September 2011

Mekanisme penggobatan bronchial asma dengan Kortikosteroid serta Insensitivitasnya



PENDAHULUAN

Gangguan alergi diinduksi oleh reaksi antigen-antibodi. Ketika seorang individu telah terpapar pertama kali, kontak lebih lanjut dengan antigen tidak hanya menyebabkan peningkatkan sekunder dari respon imun tetapi juga menyebabkan reaksi yang merusak jaringan, yaitu gangguan alergi. Mekanisme patogenesis gangguan alergi saat ini diyakini sebagai berikut:
Seorang individu menghasilkan antibodi setelah terpapar antigen patogenik. Paparan antigen sekunder menyebabkan reaksi antigen-antibodi. Deposit kompleks antigen-antibodi yang terbentuk pada jaringan, dan mediator kimia dilepaskan dari sel-sel sensitif. Maka mediator atau kompleks antigen-antibodi yang disimpan dapat merusak jaringan.
Antigen patogen xenogenic (alergen inhalasi, alergen makanan, obat dan sebagainya), dan antigen alogenik autologus merupakan komponen autologus terdenaturasi dari jaringan atau organ, dan bertindak sebagai zat asing.

Gangguan alergi yang disebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis;
(1) Tipe I (anafilaksis), di mana antigen bereaksi dengan kelas tertentu antibodi terikat pada sel mast atau basofil beredar melalui sebuah daerah khusus antibodi. Hal ini menyebabkan terjadinya degranulasi dari sel-sel dan pelepasan mediator vasoaktif
(2) Tipe II (sitotoksik), di mana antibodi pada permukaan sel mengikat antigen dan menyebabkan beberapa reaksi seperti fagositosis opsonic atau kebal dari sel, dan lisis sel oleh aksi sistem komplemen.
(3) Tipe III (Arthus; diperantarai kompleks imun), di mana kompleks terbentuk antara antigen dan antibodi humoral menyebabkan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit, pembentukan mikrotrombi, dan sebagainya;
(4) Tipe IV (sel-mediasi atau tertunda), di mana turunan limfosit timus (T sel) dengan reseptor spesifik yang dirangsang oleh antigen dan mediator rilis. Dalam kasus penolakan jaringan, ini limfosit bertransformasi untuk membunuh sel-sel tertentu dengan antigen histokompatibilitas graft.
Jenis reaksi alergi, III dan IV alergi berpartisipasi dalam bronkial asma dan masing-masing reaksi bisa terjadi secara independen maupun bersamaan. Mekanisme induksi gangguan alergi dianggap sebagai berikut:
·       Antigen yang masuk ke organisme dimakan oleh makrofag dan informasi imunologi ditransmisikan ke sistem sel-sel B dan T.
·       Sel-sel B yang telah menerima informasi menghasilkan antibodi (IgE antibodi terutama diproduksi dalam Tipe I dan antibodi IgG dalam Tipe II atau Type III).
·       Antibodi IgE berikatan dengan basofil dalam sirkulasi atau sel mast dalam jaringan, sehingga membuat sensitif.
·       Ketika antigen yang sama  memasuki organisme sensitif, akan berikatan dengan antibodi pada sel-sel dan mediator kimia, seperti histamin, atau zat anafilaksis yang bereaksi lambat.
·       Mediator kimia dilepas dan menginduksi gejala-gejala alergi seperti eritema, edema, atau meningkatkan sekresi kelenjar yang disebabkan oleh kontraksi otot polos dan peningkatan permeabilitas kapiler.
·       Di sisi lain, IgG-antibodi mengikat polymorpho-nuklir leukosit untuk mencapai kepekaan.
Agen untuk pengobatan gangguan alergi dapat mencapai tujuan terapeutik mereka dengan menghambat setiap langkah dalam proses yang disebutkan di atas. Misalnya, turunan xantin, β-adrenergik stimulan (β-stimulan) atau kortikosteroid digunakan untuk pengobatan asma bronkial.
Bronkial asma merupakan inflamasi yang disebabkan kelainan alergi. Baik genetis maupun lingkungan keduanya sangat berperan. Pada tingkat selular ketika makrofag mempresentasikan antigen ke limfosit T. Limfosit T dimodifikasi menjadi T helper 2 sitokinensis seperti interleukin dan I3. L-4dan I3 meregulasi sintesis IgE yang berikatan dengan sel mast dan menyebabkan disintegrasi menghasilkan pelepasan mediator seperti histamin, leuotriens, prostagladin dan sitokin peradangan sepert TNF-a. Interleukin ini meningkatkan adhesi molekular reseptor pada vessel dinding sebaik IL-5 memediasi perekrutan eosinofil dan B-kemokin yang menyebabkan mediasi selular asma. Peningkatan adhesi molekul sel vaskular dan adhesi (1-2) molekul intraselular diikuti dengan pelepasan themediators dari eosinofil menyebabkan remodeling yang dikarakterisasi sel epitel denudasi, deposisi dari protein matriks seperti laminin, tenacsin, fibrin fibronectin, kolagen tipe IV dan V, dan hiperplasia dari otot halus dan sel goblet.
Pada level intraselular, NF-Kappa B dan leukotrene berperan penting di inflamasi pernafasan dan merupakan poin serangan terapeutik. NF-Kappa B merupakan DNA binding protein yang fungsinya sebagai faktor transkripsi dan mengontrol pembacaan gene sementara itu leukotriene merupakan produk metabolisme asam arakhidonat termasuk LT-A4 hingga LT-E4. LT-D4 merupakan yang paling potensial dan LT-E4 yang mempunyai aktivitas terpanjang.


PEMBAHASAN

Bronkial asma mempunyai karakter peningkatan ekspresi dari berbagai macam mediator inflasmasi. Peningkatan transkripsi gen inflamasi diregulasi oleh faktor transkripsi pro-inflamasi seperti faktor nuklear NF-Kappa B dan AP-1 sebagai tanda aktivasi epitel dari pasien asma. Keduanya faktor trnskripsi ini meregulasi banyak gen inflamasi yang secara abnornal diekspresi pada penderita asma.
NF-Kappa B atau NF-КB

NF-КB diekspresi secara ubikuitus. Tidak hanya mampu mengontrol induksi gen inflamasi namun dapat juga berfungsi sebagai enhancer aktivitas sel lain serta signal spesifik faktor transkripsi. NF-КB diaktivasi oleh berbagai stimuli, setelah diaktivasi NF-КB yang aktif akan berpindah ke nukleus dan berikatan pada bagian elemen respon regulator inflamasi.
AP-1
AP-1 tersusun dari dimer Jun family dan mempunyai aktivitas lemah untuk DNA binding dan transaktivasi gen.  Ketika sel teraktivasi komponen AP-1 berubah cepat menjadi Fos:Jun heterodimer yang lebih aktif dan melimpah dibanding sebelumnya.
Glucocorticoid receptors (GRs/GR)
GRs terekspresi di hampir semua sel dan mempunyai struktur modular. Salah satu fungsi GRs adalah ligand-binding domain. Aktivasi dari GRs dapat menghambat ekspresi gen inflamasi. Salah satu zat yang dapat mengaktivasi GRs adalah kortikosteroid

Mekanisme penghalangan ekspresi gen inflamasi:

Gen inflamasi diaktivasi oleh stimulator inflamasi seperti IL-1β atau TNFα yang terpapar dari reseptor CyR, menyebabkan aktivasi dari faktor transkripsi NF-КB dan AP-1. Selama aktivasi, keduanya dapat berikatan pada specific recognition site yang berada pada pada daerah promotor gen yang responsif (TF-RE) dan menstimulasi transkripsi dari gen inflamasi seperti sitokin dan mediator lain yang melibatkan basal transcription complex (BTC). Mekanisme ini menyebabkan terjadinya inflamasi. Inflamasi berlebihan yang terjadi pada bronchial akan menyebabkan bronkhial asma.
Untuk menekan proses inflamasi berlebihan maka dapat digunakkan kortikosteroid sebagai terapeutik agen. Kortikoid akan mengaktifasi GRs, GRs akan bertranslokasi menuju nukleus dan berikatan pada negatif GR response element (nGRE) pada promotor gen inflamasi dan menghambat transkripsi gen. Mekanisme lain yakni GRs teraktifasi berinteraksi dengan AP-1 dan NF-КB dan memblok enhancing dari NF-КB dan AP-1.
Dengan memblok enhancing NF-КB dan AP-1 serta menghambat transkripsi gen inflamasi maka respon inflamasi akan berkurang. Maka dari itu kortikoid merupakan obat yang ampuh bagi penderita bronchial asma. Namun beberapa pasien <5% merupakan resisten GRs yakni mutasi pada GRs sehingga tidak dapat menekan gen inflamasinya. Hal ini disebut insensitifitas kortikoid

Resisten GRs atau insensitifitas kortikoid
Pada ujung kanan terdapat mekanisme umum penghambatan oleh kortikoid yakni terbentuknya K5+ dan K6+ hasil asetilasi residu asam amino lisin ke 5 dan e 16 pada histon H4 yang memodulasi transkripsi gen menyebabkan gen inaktif. Pada grup 1, karena mutasi kemungkinan karena p38 MAPK-terinduksi maka GR tidak mampu masuk ke nukleus sehingga tidak mampu berikatan. Pada Grup 2 GR mampu tertranslokasi namun tidak bisa menghambat karena mengalami mutasi sehingga tidak melakukan asetilasi residu 5(K5+).


KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa kortikoida dapat digunakkan untuk pengobatan bronchial asma dengan menekan transcription factor dan transkripsi gen penyebab inflamasi namun masih memiliki kekurangan dimana sebagian kecil orang memiliki insensitivitas terhadap kortikoid.


DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Corticosteroid  diunduh 18 Juni 2011 (ensiklopedi online)
http://www.freepatentsonline.com/4540569.pdf diunduh 18 Juni 2011 (jurnal)

Kanker leher rahim dan Pengobatannya


BAB I
PENDAHULUAN


Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim. Di sel serviks akan terjadi pembelahan abnormal dan membelah secara tak terkendali. Diperkirakan seorang wanita meninggal setiap dua menit akibat kanker serviks ini dan diperkirakan angka kematian mencapai 270.000 setiap tahunnya. Secara keseluruhan kanker ini merupakan kanker mematikan dengan urutan nomor dua di dunia pada wanita dengan usia dibawah 45 tahun.
Angka kejadian yang besar ini, 85 % terjadi pada Negara yang kurang berkembang dikarenakan tidak adanya fasilitas screening yang dapat mendeteksi gejala kanker sejak dini. Dengan metode screening yang ada dapat dilakukan pemeriksaan pembelahan yang abnormal pada serviks. Kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papillimavirus (HPV) tipe onkogenik. Sampai sekarang telah diidentifikasi kurang lebih 120 tipe virus ini. Dari 100 tersebut, penyebab kanker serviks terdapat 15 yang merupakan tipe onkogenik dan dapat menyerang serviks. Diperkirakan bahwa onkoprotein HPV bercampur dengan respons kekebalan alami dan memprogramkan kematian sel, kecepatan pertumbuhan sel menjadi meningkat, dan sel - sel epitel yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap faktor pemicu sekunder yang dapat merusak sel dan berlanjut menjadi kanker.
            Pencegahan kanker serviks dapat dicegah dengan pemberian vaksin yang digunakan untuk melindungi dari infeksi HPV onkogenik. Pemberian vaksin yang bersamaan dengan screening akan dapat mengurangi resiko kanker serviks sejak dini. Oleh karena itu di dalam makalah ini, kami mencoba mengulas seputar kanker serviks, bagaimana gejala awal hingga screening dan metode pengobatan yang telah ada agar mampu menginformasikan kepada masyarakat, dalam hal ini teman-teman agar dapat mengenali gejala kanker serviks sejak dini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1       Kanker Serviks
Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Kanker ini dapat hadir dengan pendarahan vagina, tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh, yang membuat kanker leher rahim fokus pengamatan menggunakan Pap smear. Di negara berkembang, penggunaan secara luas program pengamatan leher rahim mengurangi insiden kanker leher rahim yang invasif sebesar 50% atau lebih. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab untuk semua kasus kanker leher rahim. Perawatan termasuk operasi pada stadium awal, dan kemoterapi dan/atau radioterapi pada stadium akhir penyakit.

2.2       Gejala
Pada awalnya awal mula kanker servisk dapat berupa pembakal kanker atau lesi prakanker. Perubahan prekanker ini biasanya tidak menimbulkan gejala dan tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul atau pap smear. Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan sekitarnya. Pada saat ini dapat timbul gejala seperti gangguan menstruasi, perdarahan vagina, serta keputihan. Sementara itu tanda lain yang mungkin timbul antara lain adalah :
1.     Hilangnya nafsu makan dan berat badan
2.     Nyeri tulang panggul dan tulang belakang
3.     Nyeri pada anggota gerak (kaki)
4.     Terjadi pembengkakan pada area kaki
5.     Keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina
6.     Hingga terjadi patah tulang panggul

2.3       Proses terjadi
            Awal mula terjadinya kanker ini adalah invasi HPV ke dalam sel yang mulai memblok jaringan disekitarnya. Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh membutuhkan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menjadi tua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Kadangkala, proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk massa dari jaringan yang disebut pertumbuhan atau tumor. Leher rahim adalah bagian dari sistem reproduksi wanita. Ia adalah bagian bawah yang sempit dari rahim atau kandungan. Rahim adalah organ berongga yang berbentuk buah per pada perut bagian bawah. Mulut rahim(serviks) menghubungkan rahim ke vagina. Vagina menjurus pada bagian luar tubuh. Apabila kanker bermula di serviks, dinamakan kanker serviks. Tahap pra kanker :
1.     displasia ringan (5 tahun)
2.     displasia sedang (3 tahun)
3.     displasia berat (1 tahun) sampai menjadi kanker stadium 0
4.     Tahap pra kanker ini sering tidak menimbulkan gejala (92%)

2.4       Faktor resiko kanker serviks
Resiko kanker serviks didapati oleh semua wanita, banyak factor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker ini. Factor tersebut dibagi menjadi 2, yaitu:

1.     Faktor Internal
Faktor internal terutama keberadaan gen gen yang berperan pada siklus sel telah menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan proses terjadinya pertumbuhan tumor.

2.     Faktor Eksternal
Faktor eksternal terutama status sosial ekonomi yang rendah, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, paritas yang tinggi dan adanya riwayat penyakit menular seksual, sistem imun yang rendah. Penyebab penyakit menular seksual pertama kali diduga oleh Virus herpes simpleks tipe 2, tetapi kemudian dipastikan bahwa penyebabnya adalah virus human papiloma setelah mempelajari patogenesis kanker serviks uteri dan kondiloma akuminata

2.5       Stadium kanker serviks
Klasifikasi Internasional untuk Stadium Keganasan Serviks yang dikemukakan oleh Morehead(1965) dalam Prayitno(2005) sebagai berikut:
International classification of the cervical cancer:
Stage 0 : Intra epithelial carcinoma
Stage 1 : Carcinoma in situ
Stage 2 : The carcinoma extends beyond the cervix but not reached the pelvic wall
Stage 3 : The carcinoma has reached the pelvic wall
Stage 4 : The carcinoma has invaded another organ.

2.6       HPV
Human papillomavirus (HPV) adalah anggota virus dari papillomavirus, yaitu virus yang mampu menginfeksi manusia pada epitel dari kulit atau selaput lendir. Beberapa jenis hanya akan menyebabkan kutil, sedangkan yang lain dapat bersifat karsinogenik. Salah satunya adalah menyebabkan kanker serviks. Lebih dari 30 sampai 40 jenis HPV dapat ditularkan melalui hubungan intim dan menginfeksi daerah dubur kelamin.
            Ciri – cirri :
1.     Anggota famili Papovirida
2.     ditularkan secara seksual
3.     diameter 55 µm
4.     memiliki kapsul isohedral yang telanjang dengan 72 kapsomer
5.     mengandung DNA circular double stranded dengan panjang kira – kira 8000 pasang basa
Lebih dari 120 jenis HPV telah diidentifikasi dan disebut dengan angka (pengelompokannya dalam angka). HPV dengan jenis 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, dan 59 adalah jenis yang beresiko tinggi dalam penularan melalui hubungan kelamin dan menyebabkan pengembangan daerah epitel kulit yang abnormal.
HPV dengan tipe 16, 18, 31, dan 45 adalah tipe yang dapat menyebabkan resiko tinggi terkena kanker serviks. Terutama tipe 16 telah diidentifikasi dan positif orofaringeal kanker-HPV (OSCC).

Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tumor, terdapat dua golongan gen;
·       Pertama adalah kelompok pemicu terjadinya tumor yang lazim disebut tumor oncogenes, seperti gen c-myc dan gen ras.
·       Kedua adalah kelompok penekan terjadinya tumor yang lazim disebut tumor suppressor gene, seperti gen p53 dan gen Rb.

Hingga saat ini banyak peneliti sementara menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya kanker (50%) adalah adanya mutasi pada gen-gen tersebut.

Mekanisme Molekuler HPV 16 & 18 :
1.     HPV16 dan HPV18 memiliki onkogen E6 dan E7 dimana kedua ekspresi gen ini menjadi prasyarat bagi perkembangan kanker dan pertahanan fenotip malignan
2.     Protein E6 dan E7 dari HPV memodulasi protein seluler yang mengatur daur sel.
3.     HPV-16 berhubungan dengan squamous cell carcinoma serviks.
4.     HPV-18 berhubungan denganadenocarcinoma serviks.
5.     Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkansquamous cell carcinoma
6.     sifat onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16

Mekanisme HPV 16 dan perubahan menjadi E6, Berikatan dengan protein selular yang disebut E6-associated protein (E6-AP) membentuk ubiquitin ligase E3 dengan target degradasi tumor suppressor p53. Degradasi p53 mengakibatkan sel tidak mengalami apoptosis ataupun memasuki cell cycle arest pada G1/S.
Menginduksi protein c-myc yang dapat memacu enzim telomerase yang menyebabkan sel bersifat immortal. Menstimulasi ekspresi eksogenus gen hTERT (human telomerase reverse transcriptase) yang mengkode subunit katalitik dari telomerase selain itu induksi telomerase juga terjadi melalui perantara kompleks E6-AP
HPV dan Perubahan E7 Mengikat bentuk aktif terhipofosforilasi dari p105Rb protein tumor supresor mengakibatkan destabilisasi dan hilangnya kompleks pRb/E2F dimana kompleks pRb/E2F berfungsi menekan transkripsi gen yang dibutuhkan untuk progresi siklus sel. Jalur p53 dan pRb saling berhubungan satu sama lain: fosforilasi p105Rb yang mengakibatkan lepasnya kompleks Rb/E2F diperantarai oleh cyclin-dependent kinase (cdk) dihambat oleh p21 yang merupakan target transkripsi dari p53. Protein E6 dan E7 juga menunjukkan ketidaktergantungannya pada aktivitas p53 dan pRb
Protein E7 dapat menginhibisi p21 dan p27.Sebagian besar sel kanker servik mempunyai gen p53 dan p105Rb dalam bentuk wild type. Jadi, gen pengatur pertumbuhan yang aktif dalam sel normal ini juga terdapat dalam sel kanker leher rahim. Namun, aktivitasnya dihambat oleh ekspresi protein E6 dan E7 dari HPV. Apabila ekspresi onkogen E6 dan E7 dihambat, maka protein tumor supresor p53 dan retinoblastoma aktif dan sel kanker servik mengalami senescence yang kemudian menyebabkan apoptosis



2.7            Pencegahan dan Pengobatan
2.7.1       Pencegahan
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks:
1.     Mencegah terjadinya infeksi HPV
2.     Melakukan pemeriksaan Pap smear secara teratur .
Pencegahan terjadinya infeksi HPV dengan menghindari hal-hal berikut ini:
1.     Merokok
2.     Melakukan pencucian vagina dengan bahan antiseptic
3.     Kekurangan vitamin C
4.     Hubungan seks yang terlalu dini
5.     Terlambat menikah
6.     Penggsunaan estrogen
7.     Berganti-ganti pasangan
2.7.2       Pemeriksaan
Terdapat 2 pemeriksaan yang dapat mencegah atau dapat mendeteksi dini kanker serviks yaitu pap smear yang mana dapat mendeteksi prekanker, perubahan pada jaringan serviks yang cenderung untuk menjadi kanker serviks jika tidak diberi penatalakasanaan yang sesuai. Pemeriksaan yang lain pula adalah tes HPV yang mana mendeteksi virus yang menyebabkan perubahan pada jaringan serviks.
Pemeriksaan pap smear merupakan pemeriksaan skrining regular yang sederhana, murah, praktis, dapat dilakukan di sarana pelayanan kesehatan primer, baik klinik swasta maupun pemerintah. Sewaktu melakukan pap smear, dokter akan menggunakan instrumen plastik atau besi yang disebut spekulum untuk membuka vagina, agar dokter dapat memeriksa vagina dan serviks dan mengambil beberapa sampel jaringan dan mukus dari serviks dan area disekitarnya. Sampel jaringan tersebut kemudiannya diletakkan pada slide kaca dan kemudian diperiksa ke patologi klinik, adakah normal atau tidak jaringan tersebut.
Pemeriksaan pap smear ini seharusnya dilakukan pada umur 21 tahun, atau dalam waktu 3 tahun selepas mula-mula melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan ini merupakan skrining kanker yang senang didapat dan juga efektif karena dapat mendeteksi infeksi dan inflamasi. Ditambah pula, pemeriksaan HPV juga berguna untuk skrining wanita yang berusia 30 tahun keatas jika mereka mempunyai hasil pemeriksaan pap smear yang tidak pasti. Adalah sangat penting untuk melakukan pap smear secara kontinu melainkan jika seseorang itu sudah berusia 65 tahun, mempunyai hasil pap smear yang normal untuk selama beberapa tahun, dan telah melakukan histerektomi (CDC, 2010). Wanita sewaktu menjalani pemeriksaan pap ini seharusnya tidak mengalami menstruasi, dimana waktu yang sesuai adalah antara 10 hingga 20 hari selepas hari pertama menstruasi.
Kira-kira 2 hari sebelum melakukan pap smear, sebolehnya menghindar dari menggunakan tampon atau obat-obatan untuk vagina karena dapat menghapus jaringan yang abnormal pada serviks. Malah, wanita seharusnya tidak melakukan hubungan seksual untuk 1 atau 2 hari sebelum karena hasil yang tidak pasti akan diperoleh ( National Cancer Institute, 2009).

2.7.3       Pengobatan
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi.
1.     Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
2.     Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada 2 macam radioterapi:
·       Radiasi eksternal
sinar berasar dari sebuah mesin besar ,p enderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
·       Radiasi internal
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah:
·       iritasi rektum dan vagina
·       kerusakan kandung kemih dan rectum
·       Pemberhentian ovarium


3.     Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut
.Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
4.     Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi



BAB III
PEMBAHASAN


Suatu cara untuk pengobatan kanker serviks seiring dengan perkembangan jaman telah memunculkan ide baru dalam pengobatan ini. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi gen. Terapi gen adalah teknik untuk mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggung jawab terhadap suatu penyakit atau perbaikan kelainan genetik dengan memperbaiki gen.
Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah inhibisi pertumbuhan sel kanker servik in vitro dan in vivo dengan lentiviral-vector delivered short hairpin RNA targeting human papillomavirus E6 dan E7 onkogen. Dari studi tersebut menunjukkan bahwa siRNA delivered oleh suatu lentivirus dapat secara efektif, spesifik, dan stabil menekan ekspresi target onkogen E6 dan E7 sel Hela dalam kanker serviks dan menyebabkan apoptosis dan penuaan sel – sel ini. Menggunakan model transplantasi tumor, LV-shRNA dapat menghambat sebagian atau seluruh pertumbuhan tumor tergantung pada  dosis infeksi. Hasil ini mendorong penyelidikan lebih lanjut dari RNAi sebagai pengobatan yang potensial untuk kanker serviks.







Mekanisme siRNA yakni memasukkan hairpin RNA yang berisi sekuens yang komplemen dengan gen E6 dan E7. Di dalam sel, hairpin akan di degradasi oleh enzim RNase membentuk siRNA. siRNA akan menempel pada sekuens mRNA E6 dan E7 menyebabkan mRNA E6 dan E7 di degradasi RNase membentuk siRNA lagi.




Cara lain terapi gen adalah dengan antisense terapi. Memasukkan insersi mRNA antisense onkogen E6 dan E7 ke dalam sekuens gen yang sama pada promotor. Sehingga saat ditranskripsi, antisense akan ikut tertranskripsi sehingga mRNAnya akan saling membentuk duplex dan tidak akan bisa tertranslasi. Karena itu cara ini efektif dalam mengobati kanker serviks.
 









Dapat dilihat pada gambar diatas mekanisme antisense terapi adalah sebagai berikut:
è Molekul antisense akan masuk ke dalam sitoplasma sel
è Bersamaan dengan itu di dalam nucleus akan terjadi proses transkripsi DNA membentuk mRNA
è mRNA yang terbentuk akan di keluarkan dari nucleus menuju ke ribosom
è karena adanya molekul antisense di sitoplasma maka molekul ini akan menempel pada mRNA tadi sehingga tidak terjadi proses translasi.
Ada juga cara lain yang dapat digunakan, terapi dengan mendelesi gen E6 dan E7 karena fungsinya tidak begitu essential dibandingkan resiko kanker yang ada. Fungsi E6 dan E7 yang terdelesi secara umum sekarang dapat digantikan dengan obat-obatan terapeutik. Menurut kelompok kami cara ini kurang baik digunakan dalam mengobati kanker serviks karena pada faktanya mengonsumsi obat – obatan tertentu secara berlebihan akan menimbulkan efek negative di antaranya: timbulnya resistensi terhadap obat tersebut, sehingga untuk pengobatan selanjutnya perlu dosis yang lebih tinggi. Dosis yang lebih tinggi biasanya beresiko menimbulkan dampak yang lain lagi (penyakit yang diderita tambah parah).
Pada proses delesi maka urutan asam amino yang salah akan menyebabkan produksi protein yang salah pula, sehingga menyebabkan protein ini tidak berfungsi. Dalam terapi delesi E6 dan E7 diharapakan protein yang menyebabkan kanker serviks ini tidak  berfungsi.




BAB IV
KESIMPULAN


Kanker serviks disebabkan oleh berbagai macam factor salah satunya oleh HPV. Jenis HPV yang paling banyak beresiko kanker serviks yaitu tipe HPV16 dan HPV18. HPV 16 dapat menyebabkan squamous cell carcinoma serviks  dan HPV18 dapat menyebabkan adenocarcinoma serviks. Terapi gen yang dapat dilakukan untuk pengobatan kanker ini antara lain delesi E6 dan E7, penggunaan siRNA, dan antisense. Ketiga penggunaan ini yang paling effektif adalah pengguanaan siRNA atau antisense.





















DAFTAR PUSTAKA