Related

  • B. Biology, campbell reece mitchell
  • B. Frankenstein
  • B. Introduction to biotechnology
  • B. Molecular biology
  • F. Avatar
  • F. Frankenstein
  • F. Hollowman
  • F. Hulk
  • F. Jurassic park
  • F. The island
  • F. The personal
  • many more

Interesting films and books about biotechnology

  • B. Biology, campbell reece mitchell
  • B. Frankenstein, marry shelleys
  • B. Introduction of Biotechnology
  • F. Avatar
  • F. Discovery series
  • F. Frankenstein
  • F. Hollowman
  • F. Island
  • F. Jurassic park
  • F. The personal

Welcome to biotechnology's world

Do you know avatar's film? or maybe jurassic park? it'snt just a fantasy.. We can learn to build superhero or monster in easy step that we'll know in biotechnology. With easy treatment, we can make a little things became worth as gold. Want to know your capability, natural gift, mind, or psychological ? it's easy.. just look at your DNA and all things in your life's will be reavealed. Interest? Check this out, dont miss it!!

Rabu, 07 September 2011

Mekanisme penggobatan bronchial asma dengan Kortikosteroid serta Insensitivitasnya



PENDAHULUAN

Gangguan alergi diinduksi oleh reaksi antigen-antibodi. Ketika seorang individu telah terpapar pertama kali, kontak lebih lanjut dengan antigen tidak hanya menyebabkan peningkatkan sekunder dari respon imun tetapi juga menyebabkan reaksi yang merusak jaringan, yaitu gangguan alergi. Mekanisme patogenesis gangguan alergi saat ini diyakini sebagai berikut:
Seorang individu menghasilkan antibodi setelah terpapar antigen patogenik. Paparan antigen sekunder menyebabkan reaksi antigen-antibodi. Deposit kompleks antigen-antibodi yang terbentuk pada jaringan, dan mediator kimia dilepaskan dari sel-sel sensitif. Maka mediator atau kompleks antigen-antibodi yang disimpan dapat merusak jaringan.
Antigen patogen xenogenic (alergen inhalasi, alergen makanan, obat dan sebagainya), dan antigen alogenik autologus merupakan komponen autologus terdenaturasi dari jaringan atau organ, dan bertindak sebagai zat asing.

Gangguan alergi yang disebut dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis;
(1) Tipe I (anafilaksis), di mana antigen bereaksi dengan kelas tertentu antibodi terikat pada sel mast atau basofil beredar melalui sebuah daerah khusus antibodi. Hal ini menyebabkan terjadinya degranulasi dari sel-sel dan pelepasan mediator vasoaktif
(2) Tipe II (sitotoksik), di mana antibodi pada permukaan sel mengikat antigen dan menyebabkan beberapa reaksi seperti fagositosis opsonic atau kebal dari sel, dan lisis sel oleh aksi sistem komplemen.
(3) Tipe III (Arthus; diperantarai kompleks imun), di mana kompleks terbentuk antara antigen dan antibodi humoral menyebabkan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit, pembentukan mikrotrombi, dan sebagainya;
(4) Tipe IV (sel-mediasi atau tertunda), di mana turunan limfosit timus (T sel) dengan reseptor spesifik yang dirangsang oleh antigen dan mediator rilis. Dalam kasus penolakan jaringan, ini limfosit bertransformasi untuk membunuh sel-sel tertentu dengan antigen histokompatibilitas graft.
Jenis reaksi alergi, III dan IV alergi berpartisipasi dalam bronkial asma dan masing-masing reaksi bisa terjadi secara independen maupun bersamaan. Mekanisme induksi gangguan alergi dianggap sebagai berikut:
·       Antigen yang masuk ke organisme dimakan oleh makrofag dan informasi imunologi ditransmisikan ke sistem sel-sel B dan T.
·       Sel-sel B yang telah menerima informasi menghasilkan antibodi (IgE antibodi terutama diproduksi dalam Tipe I dan antibodi IgG dalam Tipe II atau Type III).
·       Antibodi IgE berikatan dengan basofil dalam sirkulasi atau sel mast dalam jaringan, sehingga membuat sensitif.
·       Ketika antigen yang sama  memasuki organisme sensitif, akan berikatan dengan antibodi pada sel-sel dan mediator kimia, seperti histamin, atau zat anafilaksis yang bereaksi lambat.
·       Mediator kimia dilepas dan menginduksi gejala-gejala alergi seperti eritema, edema, atau meningkatkan sekresi kelenjar yang disebabkan oleh kontraksi otot polos dan peningkatan permeabilitas kapiler.
·       Di sisi lain, IgG-antibodi mengikat polymorpho-nuklir leukosit untuk mencapai kepekaan.
Agen untuk pengobatan gangguan alergi dapat mencapai tujuan terapeutik mereka dengan menghambat setiap langkah dalam proses yang disebutkan di atas. Misalnya, turunan xantin, β-adrenergik stimulan (β-stimulan) atau kortikosteroid digunakan untuk pengobatan asma bronkial.
Bronkial asma merupakan inflamasi yang disebabkan kelainan alergi. Baik genetis maupun lingkungan keduanya sangat berperan. Pada tingkat selular ketika makrofag mempresentasikan antigen ke limfosit T. Limfosit T dimodifikasi menjadi T helper 2 sitokinensis seperti interleukin dan I3. L-4dan I3 meregulasi sintesis IgE yang berikatan dengan sel mast dan menyebabkan disintegrasi menghasilkan pelepasan mediator seperti histamin, leuotriens, prostagladin dan sitokin peradangan sepert TNF-a. Interleukin ini meningkatkan adhesi molekular reseptor pada vessel dinding sebaik IL-5 memediasi perekrutan eosinofil dan B-kemokin yang menyebabkan mediasi selular asma. Peningkatan adhesi molekul sel vaskular dan adhesi (1-2) molekul intraselular diikuti dengan pelepasan themediators dari eosinofil menyebabkan remodeling yang dikarakterisasi sel epitel denudasi, deposisi dari protein matriks seperti laminin, tenacsin, fibrin fibronectin, kolagen tipe IV dan V, dan hiperplasia dari otot halus dan sel goblet.
Pada level intraselular, NF-Kappa B dan leukotrene berperan penting di inflamasi pernafasan dan merupakan poin serangan terapeutik. NF-Kappa B merupakan DNA binding protein yang fungsinya sebagai faktor transkripsi dan mengontrol pembacaan gene sementara itu leukotriene merupakan produk metabolisme asam arakhidonat termasuk LT-A4 hingga LT-E4. LT-D4 merupakan yang paling potensial dan LT-E4 yang mempunyai aktivitas terpanjang.


PEMBAHASAN

Bronkial asma mempunyai karakter peningkatan ekspresi dari berbagai macam mediator inflasmasi. Peningkatan transkripsi gen inflamasi diregulasi oleh faktor transkripsi pro-inflamasi seperti faktor nuklear NF-Kappa B dan AP-1 sebagai tanda aktivasi epitel dari pasien asma. Keduanya faktor trnskripsi ini meregulasi banyak gen inflamasi yang secara abnornal diekspresi pada penderita asma.
NF-Kappa B atau NF-КB

NF-КB diekspresi secara ubikuitus. Tidak hanya mampu mengontrol induksi gen inflamasi namun dapat juga berfungsi sebagai enhancer aktivitas sel lain serta signal spesifik faktor transkripsi. NF-КB diaktivasi oleh berbagai stimuli, setelah diaktivasi NF-КB yang aktif akan berpindah ke nukleus dan berikatan pada bagian elemen respon regulator inflamasi.
AP-1
AP-1 tersusun dari dimer Jun family dan mempunyai aktivitas lemah untuk DNA binding dan transaktivasi gen.  Ketika sel teraktivasi komponen AP-1 berubah cepat menjadi Fos:Jun heterodimer yang lebih aktif dan melimpah dibanding sebelumnya.
Glucocorticoid receptors (GRs/GR)
GRs terekspresi di hampir semua sel dan mempunyai struktur modular. Salah satu fungsi GRs adalah ligand-binding domain. Aktivasi dari GRs dapat menghambat ekspresi gen inflamasi. Salah satu zat yang dapat mengaktivasi GRs adalah kortikosteroid

Mekanisme penghalangan ekspresi gen inflamasi:

Gen inflamasi diaktivasi oleh stimulator inflamasi seperti IL-1β atau TNFα yang terpapar dari reseptor CyR, menyebabkan aktivasi dari faktor transkripsi NF-КB dan AP-1. Selama aktivasi, keduanya dapat berikatan pada specific recognition site yang berada pada pada daerah promotor gen yang responsif (TF-RE) dan menstimulasi transkripsi dari gen inflamasi seperti sitokin dan mediator lain yang melibatkan basal transcription complex (BTC). Mekanisme ini menyebabkan terjadinya inflamasi. Inflamasi berlebihan yang terjadi pada bronchial akan menyebabkan bronkhial asma.
Untuk menekan proses inflamasi berlebihan maka dapat digunakkan kortikosteroid sebagai terapeutik agen. Kortikoid akan mengaktifasi GRs, GRs akan bertranslokasi menuju nukleus dan berikatan pada negatif GR response element (nGRE) pada promotor gen inflamasi dan menghambat transkripsi gen. Mekanisme lain yakni GRs teraktifasi berinteraksi dengan AP-1 dan NF-КB dan memblok enhancing dari NF-КB dan AP-1.
Dengan memblok enhancing NF-КB dan AP-1 serta menghambat transkripsi gen inflamasi maka respon inflamasi akan berkurang. Maka dari itu kortikoid merupakan obat yang ampuh bagi penderita bronchial asma. Namun beberapa pasien <5% merupakan resisten GRs yakni mutasi pada GRs sehingga tidak dapat menekan gen inflamasinya. Hal ini disebut insensitifitas kortikoid

Resisten GRs atau insensitifitas kortikoid
Pada ujung kanan terdapat mekanisme umum penghambatan oleh kortikoid yakni terbentuknya K5+ dan K6+ hasil asetilasi residu asam amino lisin ke 5 dan e 16 pada histon H4 yang memodulasi transkripsi gen menyebabkan gen inaktif. Pada grup 1, karena mutasi kemungkinan karena p38 MAPK-terinduksi maka GR tidak mampu masuk ke nukleus sehingga tidak mampu berikatan. Pada Grup 2 GR mampu tertranslokasi namun tidak bisa menghambat karena mengalami mutasi sehingga tidak melakukan asetilasi residu 5(K5+).


KESIMPULAN
Jadi dapat disimpulkan bahwa kortikoida dapat digunakkan untuk pengobatan bronchial asma dengan menekan transcription factor dan transkripsi gen penyebab inflamasi namun masih memiliki kekurangan dimana sebagian kecil orang memiliki insensitivitas terhadap kortikoid.


DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Corticosteroid  diunduh 18 Juni 2011 (ensiklopedi online)
http://www.freepatentsonline.com/4540569.pdf diunduh 18 Juni 2011 (jurnal)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar